Fenomena profesi pendidik di era ke-kinian berangsur-angsur menjadi sa-lah satu posisi profesi yang diidam-idamkan serta menjadi primadona di kalangan ma-syarakat. Hal ini, disebabkan karena pemerintah menyadari betapa urgent-nya investasi di bidang pendidikan untuk keberlangsungan sebuah perada-ban sebuah generasi yang akan melanjutkan tong-kat estafet saat ini. Semua itu terlihat dari keber-pihakan RAPBN 20% yang terbilang paling besar dibanding bidang lainnya. Sejalan dengan fenomena di atas, bahwa pendidikan di Indonesia memiliki tujuan yang lu-hur, yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” (UU Sisdiknas Tahun 2003). Namun pada realitannya, update report pendidikan kita masih menyisakan PR yang sangat besar, bahkan lembaga Komnas HAM dalam Kom-pas edisi 2 Mei 2018 menyebutkan bahwa Indone-sia sudah masuk dalam kategori darurat pendi-dikan menurut indikasi sebagai berikut; 1. semakin banyaknya tindakan kekerasan baik oleh pendidik maupun peserta didik; 2. rendahnya rangking pendidikan kita menurut PISA (Programme Internasional Student Asses-ment), yakni peringkat 64 dari 72 negara; 3. tingginya korupsi yang kaitannya dengan ang-garan/biaya pendidikan; dan 4. kualitas pendidik yang belum merata. Hal tersebut di atas, merupakan masalah klasik yang sampai saat ini belum dapat terjawab dengan jelas dan sistematis. Ditambah dengan tan-tangan bagi dunia pendidikan yang kapan-kapan dapat menghadang, yakni; 1. adanya pengaruh arah politik praktis yang bisa berdampak langsung mempengaruhi arah kebi-jakan di dunia pendidikan; 2. pembinaan dan pengelolaan kualitas pendidik yang masih rendah, lemah dan belum merata. Masalah dan tantangan tersebut bukanlah mo-mok yang menakutkan Masalah dan tantangan tersebut bukanlah momok yang seharusnya kita takuti, melainkan menjadi sebuat motivasi bagi kita sebagai insan pendidikan untuk memikirkan dan memberikan so-lusi serta kontribusi nyata untuk mengobati pe-nyakit pendidikan tersebut. At least dimulai dari lingkungan paling terkecil yakni diri sendiri, ke-luarga, kelas, sekolah atau unit pendidikan dst. Dan kita lakukan saat ini yang kita mampu (terinspirasi dari tips perubahan 3M oleh AA Gym, yakni mulai dari diri sendiri, mulai hal yang kecil, dan mulai saat ini juga). Penulis menilai bahwa salah satu hal yang fundamental yang harus kita perbaiki adalah bagai-mana kita dapat berlapang dada mengimani, me-nerima dan mengamalkan pedoman dan petunjuk hidup kita serta meneladani sosok sentral umat islam yakni Nabi Muhammad Saw. yang dengan sempurna mencontohkan secara kompleks aspek kehidupan serta memberikan contoh praktik men-jalani pedoman dan petunjuk dari Sang Khalik se-hingga lahirnya keselamatan dan hadirnya karunia Allah bagi kita semua. Oleh karenanya, salah satu point sentral yang penulis coba angkat yang merupakan amanat ajaran nabi adalah tema “Adab sebelum Ilmu”, ka-rena penulis melihat dari sekian banyaknya per-masalah pendidikan, salah satu masalah fundamen-talnya terletak pada masalah moral dan karakter. Karenanya pemerintah di zaman now senantiasa menggongkan dan intensif mensosialisasikan ten-tang pendidikan karakter. Konsep adab sebelum ilmu, penulis angkat ditengah-tengah banyaknya fenomena urutan yang sering tertukar, terkadang anak dipaksa mengikuti cita-cita orang tuannya, untuk memasuki sekolah favorit yang mengedepankan angka atau nilai se-hingga dipaksa belajar dari pagi sampai larut ma-lam tanpa memperhatikan aspek tumbuh kembang. Seperti; psikologis, dan penanaman adab pada pu-tra maupun putrinya. Sehingga yang terjadi anak stres dan menghasilkan dampak yang negatif bagi anak. Dengan kata lain, bahwa orang tua lebih me-ngedepankan ilmu dari pada pembinaan dan pena-naman adab saat usia dini. Konsep ini diambil dari firman Allah Swt., Hadis Nabi, Kisah Imam Malik sbb :

1. (QS. Al-Qalam ayat 4) “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

2. (HR. Ahmad dalam Musnad-nya (no. 8952) “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk me-nyempurnakan keshalihan akhlak.”

3. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan ten-tang penekanan agar belajar adab dahulu baru ilmu. Berikut beberapa kisah dari ulama, mereka “Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ ibuku berkata,‘Kemarilah!, Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakai-kan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian mema-kaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan, ‘Pergilah kepa-da Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)! Pela-jarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’.” (‘Audatul Hijaab 2/207, Muham-mad Ahmad Al-Muqaddam, Dar Ibul Jauzi, Koiro, cet. Ke-1, 1426 H, Asy-Syamilah)

Berdasarkan ayat dan kisah di atas, sudah jelas bahwa Nabi Muhammad Saw. merupakan sosok yang benar-benar berbudi pekerti agung. Dan Allah Swt. memberikan amanah untuk menyempurnakan akhlak umat yang tidak atau belum sempurna, karena disadari atau tidak, sebelum Nabi Muhammad Saw. ada banyak sekali akhlak yang jahiliyah atau menyimpang dari aturan Sang Khalik. Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa adab lebih tinggi daripada ilmu.

Adab merupakan hal yang lebih luas dari-pada akhlak. “Akhlak ialah kondisi jiwa seseorang yang dengan kondisi ini seseorang akan melakukan sesuatu secara refleks. Maka, ada pembagian akh-lak baik dan akhlak buruk. Beda dengan adab. Adab tidak ada yang buruk,” Karena adab ialah sesuatu yang luas, maka adab meliputi berbagai aspek, yaitu adab kepada diri sendiri, manusia lain, ilmu, bahasa, alam dan bahkan perabotan di rumah kita. “Maka, hal ini perlu dipahami sebagai sesuatu yang harus dilak-sanakan oleh manusia untuk menjadi manusia yang baik atau beradab. Jika tidak, maka akan hilanglah adab kita,” (mengutip dari Ustadz Ardiyansyah pengasuh pondok pesantren Shoul Lin al-Islami, Depok. Dalam Islamedia).

Penulis mempunyai keyakinan bahwa, be-berapa penyakit pendidikan yang tersirat di atas akan sedikit demi sedikit terobati jika wahyu (Al Qur’an) yang menjadi landasan dan pijakan dalam mengambil kebijakan dan keputusan atau dalam beramal. Bisa dibayangkan apabila anak-anak kita bina dan tanamkan adab sejak dini, serta pendidik memberikan contoh dan pengamalan adab melalui keteladan. Semua itu, akan jauh lebih bermakna dan sampai pada hati peserta didik, maka perma-salahan seperti rendahnya rangking pendidikan, kekerasan, dan korupsi dalam dunia pendidikan akan teratasi. Terlebih dengan munculnya kualitas pendidik yang menjadi idola serta teladan peserta didik, maka marwah pendidikan dan insan-insan didalamnya akan Allah Swt. tinggikan derajatnya. Wallahu’alam.

“Puncak dari pendidikan adalah manusia yang mempunyai adab sesuai keteladanan Rasulullah Saw.”

Penulis : Indrawan Nugraha, S.E, S.Pd. ( Kabag.Pendidikan Yayasan Nurul Aulia )