Sekolah Kehidupan
Ada rasa prihatin, ketika melihat siswa-siswi sekolah dasar di kelas 6 mengikuti kegiatan “Ujian” dalam waktu yang berdekatan berturut-turut pula; Ujian Kenaikan Kelas, Ujian Praktek Sekolah, Ujian Sekolah, dan finalnya adalah Ujian Nasional untuk tingkat sekolah dasar yang waktunya akan dilaksanakan pada tanggal 16-88 Mei 2016. Walaupun diyakini keberadaan “ujian-ujian” ini sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, tapi terdapat beberapa kelemahan mendasar bahwa semua kegiatan diatas hanya mengukur satu aspek kompetensi kelulusan yakni aspek kognitif. Padahal menurut penjelasan pasal 35 ayat 1 UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, kompetensi lulusan seharusnya mencakup tiga aspek yaitu aspek sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik). Hasil pendidikan tidak bisa disederhanakan dengan hanya kemampuan menjawab soal. Pendidikan adalah sebuah proses dalam pembentukan kepribadian seorang manusia yang tidak hanya terpusat pada aspek kognitif semata. Penilaian siswa tidak bisa hanya diukur hanya dalam waktu pelaksanaan ujian, tapi setiap hari selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pendidikan harus berorientasi kepada proses bukan hasil. Jika segala sesuatu yang kita lakukan hanya bertujuan untuk mencapai hasil maka segala cara akan dilakukan untuk meraih hasil yang diinginkan. Mengutip apa yang ditulis oleh Prof. DR. H, Said Hamid Hasan, MA. dalam Artikelnya yang berjudul “Ujian Nasional dan Masa Depan Bangsa” bahwa potensi dan hasil belajar adalah dua konsep yang berbeda. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah mengalami proses pembelajaran. Hasil belajar itu berupa pengetahuan, sikap, kemampuan (skill), nilai moral, rasa ingin tahu, kebiasaan (termasuk kebiasaan membaca). Pada gilirannya aspek-aspek pembelajaran tersebut membentuk wawasan dan kepribadian. Hasil belajar adalah hasil pengembangan potensi melalui proses pendidikan yang baik. Sebaliknya, hasil belajar tersebut akan sangat rendah dan kurang baik ketika potensi yang dimiliki peserta didik tidak mendapatkan kesempatan berkembang dengan optimal melalui proses pendidikan yang kurang baik. Banyak sekolah-sekolah baik swasta maupun negeri yang sudah menerapkan proses pembiasaan pendidikan yang baik, diawali dengan salam, senyum, dan sapa di pagi hari dengan menyambut anak-anak di pintu gerbang sekolah, pembiasaan praktik keagamaan seperti sholat dan tahfidz, pembiasaan hidup bersih seperti memungut dan membuang sampah pada tempatnya, bahkan sampai menjual hasil produk yang dibuat oleh anak-anak di sekolah. Sudah seharusnya kita mulai merubah paradigma bahwa anak ‘cerdas’ bukan hanya melihat hasil ujian tertulis, tetapi juga melihat proses perkembangan anak secara utuh dalam sikap dan kepribadian yang berproses lebih baik setiap harinya. Ujian hanyalah salah satu proses pendidikan yang harus dilalui. Lulus ujian nasional bukan penentu keberhasilan hidup siswa. Setelah lulus sekolah, siswa akan masuk dalam sekolah yang lebih besar, Sekolah Kehidupan. Siapa yang bisa belajar di sana, mereka akan berhasil dalam hidupnya.