HAL KECIL PEMBAWA PERUBAHAN BESAR

HAL KECIL PEMBAWA PERUBAHAN BESAR

Lika-liku menjadi seorang guru adalah sebuah seni yang harus ku nikmati. Bagai batang kayu yang sedang dipahat agar terlihat indah dan bernilai tinggi, begitupun diri ini yang selalu berusaha mengukir kemampuan diri agar bisa menjadi guru yang berkualitas dan pantas menjadi uswatun hasanah bagi murid-muridku. Tentu saja itu membutuhkan proses yang tidak sebentar. Menjadi guru melelahkan bukan? Yaa, amat sangat melelahkan jika kita tidak melibatkan hati untuk mencintai profesi yang mulia ini. Ingin menjadi guru adalah hal yang selalu kukatakan sedari dulu apabila ada yang bertanya mengenai cita-cita. Seperti de javu dari mimpi yang sangat indah, sekarang aku bisa mengatakan “aku adalah seorang guru” pada setiap orang yang bertanya tentang apa pekerjaanmu.

Menjadi seseorang yang harus paham tentang bagaimana caranya mendidik anak, dibalik latar belakangku yang belum mengarungi bahtera rumah tangga adalah sebuah PR besar. Dua puluh lima karakter unik yang tidak bisa diperlakukan dengan cara yang sama hadir dalam kehidupanku. Ada anak yang super aktif, ada juga yang pemalu. Ada yang cepat tangkap, ada juga yang masih perlu dibantu. Seorang guru harus bisa menyelami satu per satu dunia anak untuk menemukan kunci yang bisa membuka hati mereka agar dapat melaksanakan pembelajaran dengan hati yang gembira, bukan karna terpaksa. Semoga keberkahan selalu menyelimuti kegiatan pembelajaran kami. 

Menurut Jhon Lock dalam teorinya yaitu tabula rasa, mengatakan bahwa anak ibarat kertas kosong yang harus kita isi. Namun teori tersebut tidaklah cocok pada pendidikan di Indonesia. Teori tersebut terpatahkan oleh teori Ki Hajar Dewantara yang mengatakan bahwa anak terlahir bagai kertas yang berisi banyak sketsa. Tugas orang tua dan guru adalah menjadi sebuah pena, yaitu membantu anak menebalkan sketsa yang telah ada dengan cara menciptakan kedekatan. Maka dari itu dibutuhkan harmonisasi yang indah antara orang tua dan guru agar anak dapat menghasilkan lukisan yang menakjubkan.

Berbicara mengenai pendidikan, penanaman adab tetaplah nomer satu. Adab, ilmu, lalu amalkan. Terdengar percuma jika seseorang memiliki banyak ilmu namun adabnya tidak ada. Yang ada hanyalah kesombongan. Orang yang berilmu belum tentu beradab. Tetapi orang yang beradab sudah pasti dia berilmu, karena mampu menempatkan ilmu tersebut sesuai dengan sebagaimana mestinya.

Dan hal yang terjadi saat ini adalah kemerosotan akhlak para pelajar. Di sekolah guru bersusah payah mengajarkan adab yang baik pada muridnya. Tetapi saat di rumah, beberapa anak dibebaskan bermain gadget dan bermain games yang didalamnya mengandung banyak kemudharatan. Contohnya tayangan yang kurang layak ditonton anak-anak sampai bahasa yang dipakai sering disematkan kata-kata kasar. Miris dan sedih saat ada salah seorang murid yang tidak sengaja mengatakan kata kasar dihadapanku. Langsung memarahi dan membentaknya bukanlah solusi, yang ada hati kecilnya tersakiti. Teringat kejadian di masa lalu, guru memarahiku didepan kelas. Dan memori itu sangatlah sulit dilupakan hingga detik ini. 

Memutar otak memikirkan bagaimana seharusnya seorang guru bersikap. Tercetuslah ide “One Month One Hadits”. Kuajak mereka menghafal hadits pendek yang sesuai dengan permasalahan yang sedang terjadi. Pertama kami menghafalkan hadits mengenai sedekah yang paling murah adalah senyum. Karena budaya di Nurul Aulia adalah 5S. Lanjut ke permasalahan tadi, kami menghafalkan hadits mengenai  perintah untuk berkata baik atau diam. Dan masyaAllah ternyata anak-anak sangat antusias saat menghafal dan meminta untuk setiap minggu saja diberi hadits barunya. Tapi ini bukan tentang seberapa banyak hadits yang mereka hafal, tetapi bisa tidaknya mereka mengamalkan hadits tersebut dalam kehidupan sehari-hari. 

Karena kesalahan satu anak, satu kelas menjadi faham akan pentingnya menjaga lisan (hifdzul lisan). Begitu juga dengan gurunya yang selalu berusaha memilah dan memilih kata agar tidak menjadi duri di hati muridnya. Setiap pagi kami baca bersama hadits tersebut supaya semakin hafal. Tak hanya hafal di lisan namun juga di hati. Bahagia luar biasa saat menyaksikan anak yang sedang mengingatkan hadits tersebut pada temannya yang tak sengaja berkata kasar. Dan temannya tersebut langsung membaca istighfar. Sungguh pemandangan yang luar biasa membuat hati gembira.  

Jika berbicara dari segi akademik, kemampuan anak pastilah berbeda-beda. Ada yang cepat berhitung, ada yang pintar menggambar, ada juga yang hebat olahraga, dan lain-lain. Tidak bisa seorang guru memaksa setiap anak harus pandai dalam semua mata pelajaran. Namun terkadang ada orang tua yang ingin semua nilai anaknya seratus. Satu lagi PR untuk guru. Yang harus diingat adalah nilai hanyalah angka, jangan dijadikan patokan utama. 

Hal yang coba saya lakukan untuk menyelesaikan masalah itu adalah menerapkan metode tutor sebaya. Misal dalam pelajaran MTK, ada anak yang baru 2 menit sudah bisa menyelesaikan soal. Ada juga yang membutuhkan waktu sampai 30 menit baru bisa selesai. Biasanya anak-anak yang selesai lebih cepat itu bermain kesana kemari membuat teman yang belum selesai semakin kehilangan fokusnya. Sekarang saya meminta bantuan anak yang telah selesai tadi untuk mengajarkan kepada temannya yang belum paham. Dan ternyata banyak manfaat yang saya rasakan dari hal tersebut. Diantaranya, anak yang belum paham menjadi bisa karena diajarkan secara khusus oleh temannya yang sudah menguasai materi, anak yang sudah paham menjadi semakin paham, ikatan ukhuwah antar anak semakin terjalin, guru merasa terbantu dan dapat fokus membimbing anak yang paling membutuhkan bantuan, dan kelas tidak gaduh karena semua memiliki tugasnya masing-masing. 

Untuk masalah kebersihan, beberapa anak masih memiliki kebiasaan membuang sampah kecil ke lantai atau kolong meja. Saat diminta untuk membuangnya, mereka biasanya mengelak dan memberikan alasan bahwa itu bukan sampahnya. Maka dari itu, setiap selesai istirahat ada kegiatan wajib yang kami beri nama LISA (Lihat sampah.. ambil!). Mengibaratkan 1 sampah bernilai 1 pahala kebaikan. Anak-anak menjadi semangat mengumpulkan sampah dan berlomba dengan temannya siapa yang dapat sampah terbanyak. Dan lucunya kadang mereka memperlihatkan sampahnya sambil bertanya “Bu guruu, berapa pahala yang akan aku dapat?”. “Waah lumayan banyak yaa, kayanya ini sih seratus pahala kebaikan”. Raut wajah bahagia tergambar jelas dihiasi senyuman kecilnya. Berharap hal sepele ini bisa menjadi satu kebiasaan yang dapat mereka terapkan sampai tua nanti.

Lalu disaat perpulangan, petugas piket akan membersihkan kelas seperti menyapu, menghapus papan tulis, merapihkan meja dan kursi, merapihkan rak sepatu dan ada juga yang bertugas sebagai polisi kebersihan. Polisi kebersihan bertugas mengecek kolong meja dan loker teman-temannya. Yang lokernya berantakan dan terdapat sampah pada kolong mejanya akan ditulis namanya. Nama yang sudah tertulis akan ditempel di papan tulis agar besok pagi orang-orang tersebut langsung membersihkan lokernya dan membuang sampah yang ada di kolong meja. Anak yang tiga kali namanya terpampang dipapan tulis, maka akan dicabut satu bintangnya.       

Mungkin baru beberapa hal kecil ini yang dapat saya terapkan di kelas. Semoga kedepannya bisa menjadi lebih baik lagi dalam mengelola kelas. Pasti masih banyak kekurangannya. Guru yang hebat itu adalah guru yang mau selalu belajar untuk menjadi lebih baik. Kesalahan terbesar kita adalah tidak sadar bahwa kita sedang berada dalam kesalahan. Semoga Allah Swt. selalu mempermudah jalan kita dalam proses pembelajaran.

 

Sani Khoerunnisa, S.Pd. ( Juara 2 menulis artikel dalam rangka MILAD Yayasan ke 21 tahun 2023 )